Maskapai penerbangan Garuda Indonesia digugat Seorang penumpang bernama Imran Yantahin karena mengganti tiketnya dari
eksekutif menjadi ekonomi secara sepihak. Atas kejadian ini ia merasa
dirugikan secara materil sekitar sebesar Rp 10 juta. Serta kerugian imateriil sebesar Rp 100 juta.
Atas tindakan sewenang-wenang itu Imran pun melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan gugatan No. 429/Pdt.G/2013/PN.JKT.PST
Kasus ini berawal saat Imran hendak pulang ke Indonesia
usai melaksanakan ibadah umroh pada April 2013. Imran saat itu memesan
tiket eksekutif dengan pesawat Garuda Indonesia GA 981 tujuan Jakarta
dengan harga sekitar Rp 10 juta. Imran lalu melakukan check ini di bandara Raja Abdul Azis pada 14 April
2013 dengan jam keberangkatan 19.30 WIB. Saat itu pesawatnya dialihkan
dari GA 981 ke GA 9850.
Kemudian Imran berencana menambah saldo
kartu Garuda Frequen Flier (GFF), maka ia memberikan tiket eksekutif dan
kartu GFF itu kepada pihak travel untuk diteruskan ke bagian check in.
Tapi, saat akan diminta kembali, petugas check in tidak mengijinkan
dengan alasan Imran bukanlah penumpang di pesawat GA 9850. Akhirnya
petugas malah memberikan tiket ekonomi kepada Imran.
David Tobing Pengacara Konsumen, yang menjadi kuasa hukum Imran. Klien kami dipindahkan secara sepihak, dari penumpang kelas eksekutif
ke kelas ekonomi,
menambahkan perbuatan Garuda ini dilakukan dengan sewenang-wenang
tanpa adanya pemberitahuan dan/atau pengumuman yang berkaitan dengan
pergantian pesawat dan perubahan jadwal penerbangan.
Selain itu, David Tobing menyatakan Garuda juga tidak melakukan kewajibannya untuk memperlakukan kliennya secara benar sebagai penumpang eksekutif dan melakukan ketidakjujuran serta bertindak diskriminatif dengan menurunkan kelas pelayanan.
Selain itu, David Tobing menyatakan Garuda juga tidak melakukan kewajibannya untuk memperlakukan kliennya secara benar sebagai penumpang eksekutif dan melakukan ketidakjujuran serta bertindak diskriminatif dengan menurunkan kelas pelayanan.
Perbuatan Garuda ini melanggar Pasal 4 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kosumen (UU PK). Yaitu, hak atas kenyamanan mendapatkan batang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan melalui tiket yang telah dibeli oleh kliennya.
Atas perbuatan itu, Garuda dituntut bayar ganti rugi materiil sebesar 948.3 dolar AS dan kerugian immateriil sebesar Rp.100 juta serta mengajukan permintaan maaf yang dimuat surat kabar nasional.
Namun Keduanya memilih berdamai dan Garuda berjanji memperbaiki pelayanan kepada semua penumpangnya. Garuda bersedia membayar semua tuntutan dan berjanji untuk memperbaiki pelayanan, tidak hanya kepada kita, tapi ke semua penumpang.
No comments:
Post a Comment